Sultan Muhammad Shah Kawasan tersebut awalnya dikuasai oleh Kesultanan Brunei, namun karena adanya invasi dari Kesultanan Sulu, kawasan tersebut menjadi tidak terurus. Kekuasaan Kesultanan Brunei pun hanya terbatas pada bagian utara Kinabatangan, sementara kawasan lainnya tidak dapat dikontrol karena adanya perebutan kekuasaan diantara sesama penduduk melayu lokal.
Kedua pernikahan ini memberikan dampak yang luar biasa bagi perkembangan Kesultanan Brunei. Hampir di setiap kota dan desa di Brunei telah dibangun perkampungan China dan berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan disana. Salah satu kota peninggalan China yang masih ada saat ini adalah keberadaan kota Kinabalu yang menjadi sentra pemukiman China.
Adapun Ong Sum Ping diangkat sebagai Bupati. Namun pemerintahan Abdul Majid Hassan ternyata tidak berlangsung lama. Pada tahun , Sultan Abdul Majid Hassan meninggal dunia. Pasca kepergiannnya, Brunei mengalami kebuntuan politik dan vacum of power selama dua tahun.
Pada masa ini, Ong Sum Ping telah memasuki usia lanjut. Kaisar Yong Le senang dan melakukan penyambutan besar atas kedatangannya. Ong Sum Ping akhirnya meninggal dunia dan dimakamkan di China. Dia berhasil menjalankan kekuasaan politik dengan baik dan memiliki legitimasi yang kuat karena membawa nama besar ayahnya. Cerita tentang Awang selanjutnya tidak banyak diketahui.
Namun pandangan tersebut tidak disepakati oleh kalangan Kesultanan karena Sultan menganut asas Melayu, Islam dan Beraja. Meskipun demikian, Kesultanan masih sangat menghormati Ong Sum Ping. Sultan Syarif Ali Kembali ke masalah Kesultanan.
Dibawah kepemimpinan Sultan Syarif Ali, Brunei mengalami kemajuan yang sangat baik. Kesultanan Brunei mulai melakukan ekspansi secara bertahap dan melakukan perluasan pengaruh ke beberapa negara. Kemajuan Brunei semakin pesat dengan jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada tahun Sistem monopoli yang diterapkan oleh Portugis membuat sebagian besar pedagang mengalihkan perdagangannya ke pelabuhan Brunei.
Banyaknya pedagang muslim yang masuk ke Brunei membuat pertumbuhan Islam di Brunei berlagsung dengan sangat cepat. Satu hal yang penting untuk dicatat adalah Kesultanan Brunei menganut sistem Thalassocracy, sebuah sistem dimana fungsi Kesultanan bukanlah untuk mengendalikan kepemilikan tanah tetapi mengendalikan perdagangan. Masyarakat menganut sistem hierarkis dimana Sultan sebagai pucuk pemimpinnya.
Kekuasaan Sultan terbatas dan diawasi oleh sebuah Dewan yang memiliki fungsi mengatur dan mengadakan suksesi Sultan. Pengaruh Sultan juga menyebar hingga ke Filipina dan memasukkan Teluk Manila kedalam koloninya. Selain itu Sultan juga menjalin hubungan yang baik dengan Raja di Jawa dan Malaka.
Kemakmuran ini dinikmati oleh semua rakyat Brunei, hampir semua rakyat memiliki rumah kayu yang berdiri diatas air, sebuah simbol kehidupan megah pada masa itu. Pada tahun , Antonio Pigafetta, seorang navigator dalam ekspedisi Ferdinand Magellan menjadi orang Eropa pertama yang mengunjungi Brunei.
Dalam perjalanannya, Pigafetta menggambarkan Brunei sebagai sebuah kota yang sangat menakjubkan. Setiap tamu besar yang akan bertemu dengan Sultan selalu diantar menggunakan Gajah dengan tempat duduk yang berlapiskan kain sutra. Penduduk istana menggunakan pakaian yang terbuat dari kain sutera bersulam emas, dihiasi dengan mutiara dan memiliki banyak cincin dari batu mulia.
Para pengunjung juga disuguh makanan menggunakan piring porselen, sebuah alat makan yang begitu megah pada masa itu. Istana sultan juga dikelilingi oleh tembok batu bata yang dilengkapi oleh tiang kuningan dan meriam besi. Era kemakmuran berlangsung hingga Sultan kesembilan yakni Sultan Hassan.
Setelah berakhirnya kepemimpinan Sultan Hassan, Brunei kehilangan sosok pemimpin dan mengalami penurunan. Penurunan tersebut disebabkan oleh berbagai hal. Diantaranya adalah pengaruh kekuasaan Eropa yang begitu menonjol di daerah, banyaknya terjadi perebutan kekuasaan di antara kaum bangsawan, kemunduran sistem perdagangan tradisional, serta perpecahan diantara Kesultanan di Asia Tenggara. Hubungan dengan Portugis Ekspedisi yang dilakukan oleh Ferdinand Magellan tersebut menjadi titik tolak dinamika hubungan antara Brunei dengan bangsa Eropa.
Diantara beberapa bangsa Eropa yang menjalin hubungan dengan Brunei, dapat dikatakan bahwa Portugis merupakan satu-satunya yang tidak banyak membuat masalah. Hubungan Brunei dengan Portugis cenderung hangat dan tidak terlalu banyak masalah, keduanya hanya fokus pada masalah perdagangan dan ekonomi.
Portugis tidak terlalu banyak mencampuri urusan dalam negeri Brunei dan cenderung bersahabat dengan Sultan. Namun bukan berarti keduanya sama sekali tidak memiliki masalah.
Beberapa kali tercatat insiden yang melibatkan keduanya seperti saat tahun Portugis melakukan penyerangan terhadap muslim di Maluku, Sultan marah dan melakukan pengusiran terhadap Duta Besar Portugis.
Portugis juga sempat beberapa kali bentrok dengan Brunei karena dalam beberapa peperangan, pihak Kesultanan seringkali ikut membantu musuh dalam melawan Portugis. Para pedagang Brunei juga sering dianggap melanggar perjanjian karena melakukan aktivitas perdagangan di kawasan Ligor dan Siam. Namun konflik yang terjadi diantara keduanya hanyalah berupa insiden berskala kecil dan dapat dengan cepat mereda.
Konflik dengan Spanyol Berbeda dengan Portugis, hubungan antara Brunei dengan Spanyol cenderung sering memanas. Pada tahun terjadi insiden dan pertempuran di perairan antara Brunei dan Spanyol. Pada tahun , hubungan semakin memanas ketika Spanyol berhasil merebut Manila dari tangan Brunei.
Hubungan keduanya menjadi semakin keruh dan Brunei sempat memunculkan sebuah ancaman untuk melakukan penyerangan dengan menggunakan armada besar dalam rangka merebut kembali kota tersebut. Namun karena pertimbangan politis dan berbagai pertimbangan lainnya, penyerangan tersebut batal untuk dilaksanakan dan Manila dibiarkan untuk jatuh ke tangan Spanyol.
Footprint Borneo. Footprint Guides. Tak hanya itu, Spanyol bahkan juga melakukan penyerangan terhadap Kesultanan Brunei. Spanyol menuntut Brunei untuk tidak menyebarkan dakwah Islam di Filipina karena dianggap mengganggu kegiatan missionaris dalam menyebarkan ajaran Kristen.
Sayangnya upaya Spanyol untuk menduduki kawasan Brunei tidak membuahkan hasil karena negeri itu sedang dilanda oleh penyakit disentri dan kolera.
Kedua penyakit tersebut membuat Spanyol mengalami kerugian besar dan akhirnya meninggalkan Brunei dan mundur kembali ke Manila pada tanggal 26 Juni Perpecahan antar daerah sudah tidak dapat dihindarkan lagi, banyak daerah yang menggunakan momentum tersebut untuk melakukan pemberontakan dan menuntut kemerdekaan dari Brunei. Namun karena Kesultanan memiliki sikap yang sangat adil terhadap rakyatnya, pemberontakan pun dapat diredam dengan cukup mudah.
Namun pertahanan Brunei akhirnya jebol juga. Tiga abad kemudian, perpecahan dan pemberontakan kembali terjadi di tanah Brunei. Tepatnya pada tahun terjadi pemberontakan di Serawak, pemberontakan ini cukup merepotkan Kesultanan namun atas bantuan James Brooke, pemberontakan akhirnya berhasil dipadamkan. Rough guide to Southeast Asia. Rough Guide. A history of Brunei. Namun ternyata Brooke memiliki maksud tersembunyi, sejak menjabat sebagai gubenur, wilayahnya semakin diperluas secara bertahap.
Bahkan ia pernah meminta pemerintah Inggris untuk meneliti seberapa besar potensi Brooke untuk dapat menguasai Brunei, akan tetapi hasilnya mengecewakan. Rekomendasi dari pemerintah Inggris menunjukkan bahwa meskipun Brunei memiliki pemerintah yang sangat buruk, namun rakyatnya memiliki loyalitas dan identitas nasional yang sangat tinggi sehingga peluang Brooke untuk menguasai Brunei kecil.
Maksud tersembunyi ini akhirnya tercium juga oleh Sultan. Pada tahun terjadi konflik terbuka antara Brooke dan Sultan yang berakhir dengan kekalahan di pihak Brunei. Sultan akhirnya terpaksa mengakui kemerdekaan Serawak. Lepasnya Serawak membuat gerakan Inggris menjadi semakin mudah karena memiliki kawasan yang lebih strategis.
Pada tahun , Brunei Town diserang oleh pasukan Inggris. Ibukota Brunei tersebut ditaklukan dengan mudah oleh pasukan Inggris. Sultan Saifuddin II pun ditangkap dan dipaksa untuk menandatangani perjanjian untuk mengakhiri pendudukan Inggris atas kota Brunei. Pada tahun , Brunei menandatanganu perjanjian serupa dengan Amerika Serikat. Wilayah kekuasaan Brunei pun semakin mengecil, sedikit demi sedikit Sultan dipaksa untuk menyerahkan wilayahnya kepada Serawak. Pada tahun , Inggris juga memaksa Brunei untuk menandatangani perjanjian penyewaan lahan yang ada disebelah timur kini bernama Sabah kepada Perusahaan Borneo Utara milih Britania Raya.
Pada tanggal 26 Juni ,Spanyol menderita kekalahan perang dan berhasil diusir dari bumi Brunei. Sebagai pelampiasan ataskekalahan perang, tiga hari sebelum meninggalkan Brunei, pada tanggal 23 Juni , Dr. Pengiran Bendahara Sakam yang berjasa karena kepemimpinannya dalam mengusir Spanyol akhirnyamendapat anugerah dari Sultan Saiful Rijal yaitu gelar Raja Bendahara, sebuah gelar yang dianggapsebagai calon pengganti Sultan Brunei.
Namun sebelum naik tahta, Pengiran Bendahara Sakam telah mangkat. Sultan Muhammad Hasan mangkat pada tahun M. Pengganti Sultan Muhammad Hasan adalah.
Pengiran Bendahara Pengiran Abdul Hakkul Mubin lantas datang ke istana bermaksud menuntut balas atas kematian puteranya dengan cara membunuh Pengiran Muda Bongsu. Namun Sultan Haji Muhammad Ali tidak mengizinkan puteranya tersebut dibunuh dengan alasan bahwa kuasa menjatuhkan hukuman menjadi hak Sultan. Maksud yang tidak tersampaikan membuat Pengiran Bendahara Pengiran Abdul Hakkul Mubin murka dan membunuh siapa saja yang berada di dalam istana.
Pengiran Bongsu Muhyiddin bermaksud menuntut balas dan berusaha merebut tahta. Terjadilah perang saudara yang berlangsung selama 12 tahun M. Perang berakhir ketika. Ketika Sultan Muhyiddin memerintah, beliau bermaksud untuk mengembalikan tahta kepada garis keturunan dari Sultan Muhammad Ali. Akhirnya Sultan Muhyiddin. Usai melantik, Sultan Muhyiddin berangkat ke Kelaka dan bersemayam di sana. Sultan Muhyiddin akhirnya kembali naik tahta.
Sultan Muhyiddin mangkat pada tahun M. Keinginan almarhum Sultan Muhyiddin untuk mengembalikan tahta Kesultanan Brunei kepada keturunan Sultan Muhammad Ali akhirnya terealisasi. Masa pemerintahan Sultan Husain Kamaluddin disebutkan sebagai salah satu masa kemakmuran Kesultanan Brunei. Sultan Husain Kamaluddin juga dikenal sebagai raja yang adil dan berpihak pada rakyat biasa.
Beliau tidak berkenan untuk menikah dengan kaum bangsawan, sehingga anak Sultan Husain Kamaluddin juga tertutup kemungkinan menjadi Sultan Brunei selanjutnya karena terdapat darah rakyat biasa. Atas dasar pernikahan ini, Sultan Husain Kamaluddin justru memiliki niat untuk mengembalikan tahta Kesultanan Brunei kepada keturunan dari Sultan Muhyiddin.
Namun masa pemerintahan Sultan Muhammad Alauddin hanya berlangsung singkat karena beliau mangkat pada tahun M. Namun berhubung putera baginda belum cukup umur, maka tahta Kesultanan Brunei untuk sementara diampu oleh Paduka Seri Begawan Sultan Muhammad Tajuddin. Masa pemerintahan Sultan Muhammad Kanzul Alam juga diwarnai dengan keputusan sepihak untuk mengangkat puteranya, Pengiran Muda Muhammad Alam sebagai calon pewaris tahta.
Pemerintahan Sultan Muhammad Alam dijalankan dengan sistem kediktatoran. Masa pemerintahan Sultan Muhammad Alam hanya berlangsung selama 2 tahun.
Pengaruh Inggris di Kesultanan Brunei. Pada tanggal 15 Agustus James Brooke tiba di Serawak. James Brooke mendekati Pengiran Muda Hashim untuk menjalin perjanjian kerjasama. Isi perjanjian adalah ijin bagi James Brooke untuk tinggal dan mendirikan bangunan di Serawak.
Perjanjian berisi pelantikan James Brooke sebagai penguasa di Serawak. Berdasarkan perjanjian , James Brooke mulai menjalankan pemerintahan di Serawak dan meluaskan daerah kekuasaan, bahkan yang termasuk ke dalam wilayah Kesultanan Brunei, seperti Bintulu, Mukah, Uya, Miri, Sibuti, dan Baram. Tindakan Pengiran Muda Hashim ditentang oleh kebanyakan bangsawan di Kesultanan Brunei yang berujung pada terbunuhnya Pengiran Muda Hashim pada tahun Perang antara Kesultanan Brunei dan Inggris tidak terhindarkan.
Perseteruan dengan Inggris akhirnya diakhiri dengan perjanjian persahabatan dan perdagangan pada tahun M. Isi perjanjian adalah pernyataan bahwa KesultananBrunei berada dalam perlindungan Inggris, namun Kerajaan Inggris tidak berhak turut campur dalam urusan pergantian Sultan Brunei.
Perjanjian tersebut berisi bahwa Kesultanan Brunei menerima pengangkatan seorang Residen di wilayah kekuasaan Kesultanan Brunei. Residen ini merupakan kepanjangan tangan dari pemerintahan Inggris, sehingga Kesultanan Brunei wajib menjamin keselamatan, menyediakan tempat tinggal yang layak, dan menjalankan segala masukan dari Residen tersebut, kecuali yang berhubungan dengan agama Islam.
Perjanjian yang terjadi pada tanggal 29 September ini merupakan uaya untuk merintis kemerdekaan Negara Brunei Darussalam. No comments:. Newer Post Older Post Home. Subscribe to: Post Comments Atom.
0コメント